Para Profesor Ini Tolak Vaksin Disertifikasi Halal
Kontroversi belum adanya vaksin bersertifikat halal secara tidak langsung pernah dijawab para pakar kesehatan dan farmasi di Indonesia. Alih-alih menjawab tantangan untuk memproduksi vaksin halal, mereka justru menggugat adanya kewajiban sertifikasi halal bagi vaksin sebagai dampak pemberlakuan UU Jaminan Produk Halal (JPH).
Saat UU JPH masih menjadi RUU, diselenggarakan kajian akademis tentang dampak RUU JPH terhadap akses vaksin dan obat serta ancaman bagi kesehatan masyarakat pada 11 Desember 2013. Dikutip dari The Global Review, beberapa pakar tersebut yakni Prof dr Hasbullah Thabrany, MPH, Dr. PH, ahli kebijakan kesehatan, Guru Besar FKM UI, Depok, sebagai Ketua Penyelenggara, Prof. drs. Umar Anggara Jenie, Apt, MSc, PhD, ahli kimia medisinal, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta dan Dr Lahouari Belgharbi, WHO scientist, Department of Vaccines Immunization and Biologicals [IVB], Quality Safety and Standards [QSS].
Dalam executive summary, para pakar tersebut secara umum sependapat bahwa dampak masalah kehalalan obat dan vaksin dapat mengimbas secara langsung seluruh sektor kehidupan masyarakat, termasuk politik, ekonomi, sosial, pendidikan. Mereka berpendapat, masalah kehalalan obat dan vaksin harus ditangani secara serius dan sangat hati-hati karena bersifat strategis sehingga menentukan perlakuan dunia terhadap Indonesia dan menyangkut keselamatan publik.
Pengaturan obat dan vaksin yang tidak mempertimbangkan masalah kesehatan masyarakat, seperti yang dilakukan Nigeria dan Sudan, telah terbukti menyebabkan merebaknya wabah beberapa penyakit menular, termasuk penyakit yang telah tereradikasi di hampir seluruh dunia, seperti poliomyelitis [polio]. Wabah polio yang terjadi di Nigeria sejak 2003 tersebut bahkan telah menyebar ke Arab Saudi.
Posisi Arab Saudi sebagai pusat agama Islam [yang setiap tahun menerima jutaan jamaah haji dari berbagai penjuru dunia] dan sebuah negara kaya yang banyak menerima tenaga kerja asing [juga dari berbagai penjuru dunia], membuat polio tersebut berpotensi menyebar ke banyak negara lain, terutama negara yang tak memiliki program vaksinasi polio yang baik.
Kenyataannya, pada 2005 terjadi wabah [kejadian luar biasa, KLB] lumpuh layu di Sukabumi dan 15 dari 17 kasus lumpuh layu tersebut positif disebabkan oleh virus polio yang sama dengan strain virus polio yang merebak di Arab Saudi dan Sudan. Padahal, sejak 1995, Indonesia telah dinyatakan bebas dari polio.
Mereka pun berpendapat, tidak bertanggung jawab jika negara bersikukuh mempermasalahkan jaminan produk halal untuk obat dan vaksin, Padahal negara tersebut tidak memiliki kapasitas atau pengalaman dalam memproduksi obat dan vaksin dalam kuantitas yang cukup untuk seluruh populasi di semua negara Islam.
Sayangnya, saat para pakar di Indonesia pasrah dengan produk vaksin yang ada saat ini. Tanpa mencoba mencari jalan keluar. Kondisi ini bertolak belakang dengan apa yang telah dilakukan Malaysia. Negeri jiran itu telah memulai proyek produksi vaksin dengan dana yang sekitar setengah triliun rupiah. Sebuah upaya yang menunjukkan betapa serius Malaysia memperhatikan kehalalan bagi generasinya. (Baca:Malaysia Produksi Vaksin Halal). (red/zona-halal).
0 comments:
Post a Comment