MUI Segera Beri Fatwa untuk Pemimpin tak Tepati Janji
Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengkaji masalah keagamaan strategis lewat Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia.
Forum ini diselenggarakan secara rutin setiap tiga tahun, dengan melibatkan para pimpinan dan anggota Komisi Fatwa (KF) MUI se-Indonesia, seluruh pimpinan lembaga fatwa Ormas-ormas Islam Tingkat Pusat seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Al-Wasliyah, Persis, PUI, dll. Termasuk juga para ahli hukum Islam dari Pesantren, dan Perguruan Tinggi Agama Islam.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, Ijtima tersebut akan digelar dalam waktu dekat. “Untuk periode ini, MUI kembali akan menyelenggarakan Ijtima’ Ulama yang telah ditetapkan, insya Allah akan dilangsungkan pada 13-15 Juni 2015 di Tegal Jawa Tengah,” tuturnya seperti dikutip dari laman resmi MUI.
MUI akan membahas pola relasi antara Ro’i atau pemimpin dan Ro’iyah, masyarakat yang dipimpin. Terutama dengan proses Pemilihan, calon pemimpin itu banyak memberikan janji saat kampanye.
Lantas bagaimana pola relasi yang harus dilakukan bila ternyata pemimpin terpilih itu tidak menepati janjinya atau bahkan berkhianat terhadap masyarakat pemilihnya. Yakni apakah masyarakat tetap berkewajiban untuk menaatinya, atau bagaimana.
Kalau pada Ijtima’ Ulama yang lalu telah dibahas tentang kewajiban umat untuk berpartisipasi dalam memilih pemimpin dan haram Golput. Pada Ijtima’ Ulama yang akan segera diselenggarakan, disepakati tema sentral: Bagaimana kalau Ulil-Amri tidak menepati janji.
Menurutnya, hal ini merupakan amanah ILahiyah, yang termaktub di dalam ayat Al-Quran dengan makna: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil-Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. 4:59).
0 comments:
Post a Comment