Bogor - Sistim Sertifikasi Halal di Indonesia telah melalui proses evolusi yang panjang, dengan perjalanan yang tidak mudah dan tidak pula sederhana. Bahkan juga sangat rumit. Tapi ketika terdapat kesepakatan untuk bekerja bersama, dan mencari solusi bersama atas berbagai permasalahan yang dihadapi, maka kesulitan yang dihadapi pun akan dapat diatasi. Dan ini terbukti dalam proses sertifikasi halal untuk produk flavor dan fragran. Demikian dikemukakan Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Dr. Ir. Lukmanul Hakim, M.Si., pada kesempatan Silaturahim Ramadhan LPPOM MUI bersama para pimpinan Asosiasi Flavor dan Fragran Indonesia (AFFI) di Global Halal Center Bogor.
“Dengan kerjasama yang baik bersama para stakeholder, Alhamdulillah, saat ini lebih dari 90% produk flavor dan fragran di Indonesia telah disertifikasi halal oleh LPPOM MUI, dan mendapat fatwa halal dari Komisi Fatwa MUI,” tuturnya dalam silaturahim yang dilangsungkan pada 08 Juni 2017 lalu di Global Halal Center, Bogor.
Pimpinan LPPOM MUI ini kemudian memaparkan kilas balik proses evolusi dalam sertifikasi halal, khususnya untuk produk-produk flavor dan fragran. Pada periode tahun 1996-97, terjadi debat yang panjang dan polemik yang kuat di media tentang urgensi sertifikasi halal untuk produk-produk flavor dan fragran, perlu atau tidak. Hal ini terjadi, terutama, lebih karena resistensi dari kalangan pengusaha dan industri flavor ketika itu. Yang agaknya disebabkan, bahwa pihak-pihak terkait masih belum memahami secara utuh tentang aspek halal ini. Karena memang banyak hal yang diperdebatkan tentang proses sertifikasi halal ini, termasuk untuk produk-produk flavor, secara domestik maupun di dunia internasional. Padahal, sejatinya, sejak tahun 1997, aspek dan ketentuan halal ini telah pula diadopsi di dalam Codex Alimentarius. Artinya, ketentuan halal itu telah diterima secara global, sebagai satu aspek yang penting dalam produksi pangan, termasuk juga untuk obat-obatan dan kosmetika.
Saat memberikan sambutan, Prof.Dr.Ir. C. Hanny Widjaja, M.Agr., sebagai Presiden Asosiasi Flavor dan Fragran Indonesia (AFFI), mengemukakan, bahwa ia bersama timnya sering datang ke LPPOM MUI tanpa merasa ragu dan sungkan.
Merasa At Home
“Kami merasa sangat nyaman, seperti at home, dengan kerjasama dan layanan baik yang tak berkesudahan dengan LPPOM MUI,” ujarnya.
Bersama LPPOM MUI kami telah sangat lama menjalin kerjasama yang harmonis, guru besar IPB ini menambahkan penjelasannya. Ya, seperti dikatakan Pa Lukman tadi, sejak sekitar tahun 1997-an. Terutama berkenaan dengan proses sertifikasi halal untuk produk-produk flavor dan fragran. Dan kami merasa sangat nyaman, serasa at home. Karena kami bisa berdiskusi, bertukar pikiran tanpa merasa sungkan lagi di antara kita. Seperti dengan keluarga sendiri. Sehingga kita bisa saling belajar, saling mengisi, dan mencari solusi bersama atas permasalahan yang dihadapi dalam proses sertifikasi halal yang dilakukan. Meskipun terkadang terjadi pula beda pendapat, bahkan selisih paham, namun selalu bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Dari diskusi-diskusi itu, pimpinan AFFI ini menjelaskan lagi, kami pun mendapat pencerahan dan mengakui urgensi sertifkasi halal untuk produk flavor dan fragran. Karena memang, produk itu dipergunakan secara langsung dalam proses pengolahan pangan, obat-obatan maupun kosmetika. Sehingga kemudian, perusahaan-perusahaan flavor dan fragran yang tergabung dalam asosiasi AFFI ini mengajukan proses sertifikasi halal ke LPPOM MUI.
Menjaga Kerahasiaan Perusahaan
“Yang lebih penting lagi, yang membuat kami merasa nyaman adalah kami merasakan sendiri bahwa pihak LPPOM MUI dapat menjaga kerahasiaan perusahaan,” katanya lagi memberikan apresiasi.
Karena, bagi kami di industri dengan tingkat kompetisi yang sangat tinggi, kerahasiaan perusahaan merupakan aspek yang amat vital. Sangat menentukan nilai keunggulan dan sharing market di pasar. Sementara dalam proses audit sertifikasi halal, kami harus membuka semua data yang diminta dan diperlukan oleh LPPOM MUI. Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi.
Maka kami juga mengakui kredibilitas LPPOM MUI dalam menjaga kerahasiaan perusahaan ini. Dan kiranya, kredibilitas yang baik dan teruji ini tetap dapat dipertahankan oleh LPPOM MUI.
Penyerahan Sertifikat Kompetensi
Pada kesempatan silaturahim itu, juga dilakukan penyerahan Sertifikat Kompetensi pertama, bagi sepuluh peserta dari perusahaan flavor yang tergabung dalam AFFI, dan telah mengikuti uji kompetensi halal oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) MUI.
“Ini adalah hari bersejarah bagi LSP LPPOM MUI dapat menyerahkan Sertifikat Kompetensi setelah melakukan asesmen, atau uji kompetensi secara real, dalam proses sertifikasi profesi bagi para penyelia halal, berdasarkan lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP),” tutur Ir. Nurwahid, M.Si., Kepala LSP LPPOM MUI.
Uji kompetensi bagi para calon penyelia halal itu, tambahnya, dilakukan dalam beberapa bentuk. Yaitu uji tertulis, wawancara dan praktek tentang bagaimana seorang penyelia halal harus melakukan tugasnya.
Amanat UU JPH
Proses sertifikasi profesi dengan uji kompetensi bagi para calon penyelia halal itu sendiri merupakan bagian dari implementasi amanat yang disebutkan di dalam UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Dalam Undang-undang tersebut, Penyelia Halal adalah orang yang bertanggung jawab terhadap Proses Produksi Halal (PPH). Dalam hal ini, pihak perusahaan yang akan mendapatkan sertifikat halal berkewajiban untuk mengangkat Penyelia Halal yang memiliki kompetensi. Dan ini menjadi prasyarat yang ditetapkan di dalam Undang-undang.
Secara eksplisit, Pada Pasal 28 disebutkan, Penyelia Halal bertugas, bertanggung-jawab dan berwenang: (a) mengawasi PPH di perusahaan; (b) menentukan tindakan perbaikan dan pencegahan; (c) mengoordinasikan PPH; dan (d) mendampingi Auditor Halal dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) pada saat pemeriksaan. Sehingga karenanya, Penyelia Halal harus memenuhi persyaratan dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Mencakup tiga aspek: Knowledge (pengetahuan), Skill (keterampilan), dan Attitude (sikap dan perilaku). Untuk itu maka Penyelia Halal itu harus melalui serangkaian proses uji kompetensi dan sertifikasi profesi.
Pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang Penyelia Halal itu sendiri diantaranya meliputi proses produksi halal dari awal sampai akhir, tentang standar-standar Sistim Jaminan Halal, seperti bahan baku, proses produksi, fasilitas, audit internal, dll. Kesemua itu harus dikuasai oleh seorang Penyelia Halal. (Usm).
0 comments:
Post a Comment